analisis cerpen balikui karya putu wijaya



ANALISIS CERPEN BALIKU KARYA PUTU WIJAYA
Oleh:
Alifiah martia putri     163151009
Qori’atul Laili 163151028
Jurusan Tadris Bahasa Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
IAIN Surakarta

Judul Cerpen   : “ BALIKUI “
Pengarang       : Putu Wijaya
1.       Sinopsis Cerita
Wayan merupakan mahasiswa dari Bali yang menempuh pendidikan di Hunter College, New York. Saat itu Claudia guru teater Asian menyuruhnya untuk menceritakan tentang Bali. Wayan bisa menceritakan bali namun, jika menceritakan Bali dalam bahasa inggris dan didepan orang banyak dia akan mati kutu. Dua minggu lebih dia belajar untuk bercerita tentang bali dalam bahasa inggris, dengan berusaha keras dia belajar berbicara didapan umum. Hari itu tiba dia sudah siap untuk menceritakan semua tentang Bali. Saat sudah berdiri di depan 600 mahasiswa dari segala penjuru dunia dia menjadi gerogi. Padahal dia akan menceritakan sedikit tentangnya selama seperempat jam lalu dia akan menampilkan video tari Ramayana dan tari Kecak, lalu dia akan sedikit menampilkan sedikit gerakan dari tarian itu. Namun, semua yang ia rencanakan gagal saat sudah berdiri didepan banyak mahasiswa. Dia berkata “saya minta maaf karena bahasa inggris saya, bahasa hancur lebur. Tetapi barangkali karena itu saya terpilih berbicara didepan anda semua. Karena paling tidak saya bisa menjadi tontonan konyol.” Semua mahasiswa tertawa padahal dia tidak sedang membuat lelucon. Dia terus berbicara menunjukan bahwa dia orang Bali dan sudah dikutuk jadi orang Bali jadi seberapa keras dia mencoba menjadi orang Amerika dia tidak akan bisa. Sudah berpenampilan seperti orang Amerika, makan bugger king dan mencoba berbahasa orang Amerika, namun tetap dia adalah orang Bali.
2.      Unsur Instrinsik
Nurgiyantoro (2013:30) mengemukakan bahwa unsur instrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun dari karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan suatu teks itu hadir sebagai teks sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur-unsur cerita inilah yang akan dijumpai ketika membaca suatu cerita.
a.      Tema : Kebudayaan sebagai identitas bangsa
Stanton (1965:20) dan Kenny (1966:88) (dalam Nurgiyantoro 2013:114) mengemukakan bahwa tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Kalimat yang menunjukkan tema:
"Lihat saja dari kepala sampai ke kaki, saya sudah mencoba jadi orang Amerika. Saya memakai celana jins buatan Amerika. Sweater saya ini juga saya beli di loakan di sini. Dan tadi saya baru makan Burger King. Apalagi saya sekarang mencoba bicara dalam bahasa Inggris yang membuat saya sudah stres selama satu minggu. Tapi saya kok jadi tambah Balikui rasanya. Lucu kan?"
"Ya, terus terang saya sudah habis-habisan mencoba menjadi orang Amerika. Tetapi sudah dua bulan di sini, makan, berpakaian, berbicara dan hidup seperti orang New York, tetap saja saya tidak pernah bisa berhasil jadi orang Amerika. Ternyata sekali saya lahir sebagai orang Bali, saya sudah dikutuk jadi orang Bali. Apa pun yang saya coba lakukan, berbohong atau menipu sekali pun, tetap saja masih bernapas, berjalan, berpikir, bekerja, tidur, pacaran, bahkan berak sekalipun, saya tetap berak orang Bali."
b.      Sudut Pandang
Nurgiyantoro (2013:336) mengemukakan bahwa sudut pandang, point of view, viewpoint, merupakan salah satu unsur fiksi yang oleh Stanton digolongkan sebagai sarana cerita, literary device. Sudut pandang haruslah diperhitungkan kehadirannya, bentuknya, sebab pemilihan sudut pandang akan berpengaruh terhadap penyajian cerita. Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen “Balikui” yaitu sudut pandang orang ketiga (dia) sebagai pelaku utama.
Terdapat pada kalimat:
Claudia Orenstein, pengajar teater Asia di perguruan tinggi negeri itu, meminta Wayan tampil sekitar satu jam. "Boleh ngapain saja. Menari, menyanyi, menjelaskan sesuatu, membaca cerpen, yah apa sajalah, asal Bali," kata Claudia. Wayan jadi ngeper. Pertama bahasa Inggrisnya berantakan.”
“Membaca ia bolehlah, tetapi berbicara di depan orang-orang yang berbahasa Inggris, ia bisa mati kutu. Di samping itu, apa yang mesti diceritakannya tentang Bali.”
c.       Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita  (character), sebagaimana dikemukakan Abrams (1999:32-33) (dalam Nurgiyantoro 2013:247), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif, atu drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan, dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro 2013:247) mengemukakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
·         Tokoh Utama : Dia
Alasan :
Karena tokoh “Dia atau Wayan“ yang menceritakan tentang kehidupan dan budaya Bali, dan menceritakan bahwa lahir dari negara manapun merupakan takdir.
·         Penokohan
a.       Tokoh “ Dia “
ü  Lugu
ü  Polos
ü  Pemalu
b.      Claudia
ü  Profesional
ü  Baik hati
ü  Tepat waktu
d.      Alur/ Plot cerita
Nurgiyantoro (2013:164) mengemukakan bahwa kejelasan plot, kejelasan tentang kaitan antar peristiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah pemahaman terhadap cerita yang ditampilkan. Alur/ Plot sering juga disebut jalan suatu cerita.
Alur/ Plot yang terdapat pada cerita “ Balikui “ menggunakan alur campuran atau maju mundur, karena cerita ini memang menceritakan bagaimana ia akan menceritakan tentang Bali kepada tiga ratus mahasiswa di Hunter College dan menceritakan pertama kalinya ia di Amerika. Terdapat potongan kalimat yang menunjukkan bahwa cerita ini menggunakan alur maju mundur yaitu terdapat pada kalimat:
Di hadapan sekitar tiga ratus mahasiswa di Hunter College, New York, Wayan harus bercerita tentang Bali. Claudia Orenstein, pengajar teater Asia di perguruan tinggi negeri itu, meminta Wayan tampil sekitar satu jam.
Waktu saya mendarat pertama kali di Amerika, bahkan datang pertama kali di New York sini, selama satu minggu, bahkan sampai satu bulan saya sulit membedakan kalian satu sama lain. Nampaknya kalian orang Amerika sama semua. Padahal rambut, tinggi, potongan badan, kelakuan, pakaian, nama serta usia dan watak kan lain-lain. Tapi sebaliknya juga terjadi pada turis Amerika yang datang ke Bali. Selama satu minggu atau sebulan, semua orang Bali buat mereka sama.”
Pada kalimat diatas menunjuksn slur maju dan mundur, kedua kalimat tersebut menunjukkan waktu yang yang akan terjadi dan telah terjadi atau kegiatan yang sudah berlalu.
e.       Setting/ Latar cerita
Abrams (dalam Nurgiyantoro 2013:302) mengemukakan bahwa latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menunjukan pada pengertian tempat, hubungan waktusejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Setting/ Latar cerita adalah tempat atau waktu terjadinya cerita. Setting/ Latar dibagi menjadi 3:
a)      Setting Waktu Malam, Tedapat pada kalimat “Beberapa malam Wayan nyap-nyap. Ia mencoba membongkar-bongkar slide yang dibawanya. Itu bisa mengisi waktu sekitar seperempat jam. Kemudian mungkin ia akan memutar video pertunjukan sendratari Ramayana, kecak dance atau legong keraton.
b)     Setting Tempat, di Hunter College, New York
c)      Setting Suasana
Ø  Riuh Lucu, terdapat dalam kalimat “Saya minta maaf karena bahasa Inggris saya, bahasa hancur lebur. Tetapi barangkali karena itu saya terpilih berbicara di depan Anda semua. Karena paling tidak saya bisa menjadi tontonan konyol,”
Ø  Menegangkan, terdapat pada kalimat “Apalagi saya sekarang mencoba bicara dalam bahasa Inggris yang membuat saya sudah stres selama satu minggu. Tapi saya kok jadi tambah Balikui rasanya. Lucu kan?" Wayan tertawa, menyangka apa yang dikatakannya lucu. Tapi tak ada mahasiswa yang ikut tertawa. Wayan jadi berkeringat.”
f.       Amanat atau Pesan Moral
Mangunwijaya (dalam nurgiyantoro 2013:431) mengemukakan bahwa amanat atau pesan moral lebihmemfokuskan pada sifat kodrati manusia yang hakiki, bukan pada aturan-aturan yang dibuat, ditentukan, dan bertentangan dengan ajaran agama. Cerita fiksi menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat leluhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang disampaikan atau diamanatkan.
Amanat yang terkandung dalam cerpen yang berjudul “Balikui“ adalah bahwa kita sebagai bangsa negara Indonesia akan mencerminkan budaya yang ada diIndonesia, dimanapun kita berada. Identitas sangat penting, karena dengan identitas kita mampu melindungi kita, memberikan bukti yang nyata bahwa seseorang itu tidak teroris atau penjahat lainnya. Amanah merupakan kepercayaan yang harus dijalankan, maka dari itu kita harus pandai mengemban amanah. Dengan usaha semaksimal mungkin, meski terkadang hasil tak sesuai apa yang diharapkan. Berusaha tanpa menyerah.
g.      Bahasa Pengarang
Nurgiyantoro (2013:364) mengemukakan bahwa bahasa dalam seni dan sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, dan saranayang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung “nilai lebih” dari pada sekedar bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra.
Penggunaan bahasa yang digunakan oleh pengarang dalam cerita pendek “Balikui“ menggunakan bahasa Komunikatif, lugas dan  sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Pembaca bisa menangkap isi dan maksud yang ditulis oleh pengarang karena bahasanya tidak berbeli-belit dan tidak sulit, sehingga pembaca mampu menangkap isi cerita yang disampaikan oleh pengarang.
3.      Unsur Ekstrinsik
Djupriyanto dkk (1992:78) mengemukakan bahwa Unsur ekstrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra yang berasal dari luar. Yang termasuk unsur ekstrinsik, yaitu latar belakang penulisan, latar belaang sosial budaya, dan latar belaang pengarang, misalnya agama yang dianut pengarang, filsafat atau pandangan hidupnya, dan pendidikan, semua ini sering tergambar dalam karyanya.
Putu Wijaya memiliki nama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya, lahir di Puri Anom Tabanan, Tabanan, Bali, 11 April 1944. Putu Wijaya adalah sastrawan yang dikenal serba bisa. Dia merupakan penulis cerpen, drama, esai, novel, pelukis, dan skenario film. Penulis menulis cerpen ini berdasarkan pengalaman penulis sejak menempuh pendidikan di  Amerika Serikat. Dalam cerpen ini terdapat nilai sosial, nilai moral dan nilai budaya. Nilai sosial merupakan nilai yang bisa dilihat dari interaksi  tokoh-tokoh dalam cerita tersebut, dalam cerpen ini terdapat nilai sosial yang dibuktikan pada kalimat
“ Saya minta maaf karena bahasa inggris saya, bahasa hancur lebur. Tetapi barangkali karena itu saya terpilih berbicara di depan Anda semua. Karena paling tidak saya bisa menjadi tontonan konyol, “ kata wayan membuka kelas.
Wayan kembali berkeringat. “ orang bilang, orang Bali itu balikui,” lanjut Wayan, “artinya lugu,polos begitu. Dalam bahasa inggrisnya apa ya? Apa ya Claudia?” Claudia mengucapkan satu kata.
Nilai moral merupakan nilai yang terkandung di dalam cerita yang menunjukan akhlak atau etika yang ada di dalam masyarakat. Nilai moral bisa nilai moral baik atau buruk. Dalam cerpen ini terdapat nilai moral yang ditunjukan dalam kalimat.
“ Saya minta maaf karena bahasa inggris saya, bahasa hancur lebur. Tetapi barangkali karena itu saya terpilih berbicara di depan Anda semua. Karena paling tidak saya bisa menjadi tontonan konyol, “ kata wayan membuka kelas.
Ia tambah berkecut hati, karena pengakuan jujurnya ditertawakan. “ waduh saya jadi grogi, maaf mungkin saya harus permisi kebelakang dulu,” kata Wayan sambil menoleh kepada Claudia yang ikut duduk di deretan mahasiswa, menembakkan kamera untuk dokumentasi. Para mahasiswa tertawa lebih keras.
Nilai moral yang terdapat dalam cerpen ini menunjukkan tidak sopannya penonton yang menertawakan keluguan Wayan. Wayan menjadi gerogi yang semakin mengundang tertawanya penonton.
Sedangkan nilai budaya merupakan nilai yang berkaitan dengan kebiasaan, adat istiadat yang ada dalam sebuah masyarakat. Nilai budaya dalam cerpen ini dapat dilihat dalam kalimat
Kemudian mungkin ia akan memutar video pertunjukan sendratari Ramayana, keca dance atau legong keraton. Selanjutnya ia dapat menunjukkan beberapa gerakan tari Bali.
Orang Bali yang harus banyak belajar dari orang Amerika. “ lihat saja dari kepala sampai ke kaki, saya sudah mencoba menjadi orang Amerika. Saya memakai celana jeans buatan Amerika. Sweater saya ini juga saya beli di loakan di sini. Dan tadi saya baru makan burger ing. Apalagi saya sekarang mencoba bicara dalam bahasa Inggris yang membuat saya sudah stres selama satu minggu. Tapi saya kok jadi tambah Balikui rasanya. Lucu kan?” Wayan tertawa, menyangka apa yang dikataannya lucu.

Referensi
Djupriyanto, dkk. 1992. Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia. Malang: Kendang
                        Sari
Nurgiyantoro, Burhan. 2013. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
                        University Press

Comments

Post a Comment

Popular Posts